Minggu, 02 Mei 2010

Sepenggal Cerita untuk Gus Dur


Judul Buku : Sejuta Hati untuk Gus Dur

Penulis : Damien Dematra

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : I, Januari 2010

Tebal : iii + 426 Halaman

Harga : Rp 58.000,-

ISBN : 978-979-22-5346-7

Peresensi : Nurul Hasanah*






"Abdurrahman Wahid telah berangkat menghadap penciptanya untuk waktu tak terbatas. Bangsa ini telah kehilangan pahlawan humanis yang tidak mudah dicari penggantinya. Dengan novel ini, kenangan manis terhadap sahabat kita ini akan terus hidup dan segar dalam lipatan kurun yang panjang." --Ahmad Syafii Maarif, guru bangsa


Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau dengan sapaan akrab Gus Dur dikenal sebagai guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, Bapak Demokrasi dan Pluralisme, serta pemimpin politik. Kepergiannya menuju alam baka memang masih menyisakan isak tangis yang mendalam tetapi pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini akan terus hidup selaras dengan ukiran manis namanya yang telah terukir pada gelar Dokter Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan.


Gus Dur lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Solichah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinan Beliau dengan Hj. Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .


Beliau mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya sejak masa kanak-kanak. Sedangkan masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang. Di pesantren Tambak Beras sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir.


Abdurrahman Ad-Dhakhil atau "Sang Penakluk" dikenal sebagai Bapak Pluralisme Indonesia. Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Beliau dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Berani berbicara dan berkata sesuai dengan pemikirannya yang beliau anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas.


Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat beliau harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta beliau sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur


Buku Sejuta Hati untuk Gus Dur Karya Novelis sekaligus Sutradara, Demian Dematra ini diadaptasi dari skenario film Gus Dur: The Movie, yang awalnya direncanakan akan diputar di bioskop-bioskop Indonesia pada ulang tahun Gus Dur yang ke-70 pada Agustus 2010. Namun, ada kehendak sang Pencipta yang tidak mampu dilawan oleh siapapun. Semua pihak dibuat terkejut, termasuk sang penulis, sehingga lahirlah inisiatif spontan dan kreatif untuk membuat versi novel sekaligus menggalang proyek pengumpulan Sejuta Hati untuk Gus Dur. Karya monumental ini mampu diselesaikan oleh Penulis dalam waktu 3 hari dan diselesaikan selama 7 hari oleh pihak penerbit, Gramedia.


Demian Dematra sang penulis buku ini, mengajak kita menjelajahi kehidupan seorang Gus Dur dari sebelum kelahirannya hingga akhir hayatnya yang dihimpun melalui 35 bab. Meskipun tak pernah berjumpa secara langsung dengan beliau, namun dengan membaca buku ini pembaca akan diantarkan pada pemahaman siapa sosok Gus Dur dengan sangat dekat dengan bahasa novel yang sederhana tapi menarik. Semoga membaca buku ini menambah inspirasi anda dalam segala hal. Untuk beliau, Sang guru bangsa, Selamat Jalan. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan pernah dilupakan.


*Mahasiswi Psikologi UIN MALIKI Malang, Direktur Institute of Studies Research and Development for Student